RISALAH KELAHIRAN DAN AQIQAH
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
(QS Ash Shaaffat: 100 -1001)
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
(QS Ash Shaaffat: 100 -1001)
Kelahiran
anak adalah karunia Allah yang membahagiakan dan tidak dapat dinilai
dengan apapun. Ia menjadi tempat curahan kebahagiaan dan kasih sayang
orang tua. Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak bisa jadi
malah muncul masalah. Anak menjadi nakal, menyusahkan orangtua, dan
sumber malapetaka yang lain. Sabda Rasulullah saw.: "Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang
menjadikannya nasrani, yahudi, atau majusi.” (HR. Bukhari).
Agar
saat dewasa anak dapat tetap menampakkan wajah manis dan santun, penuh
berbakti kepada orang fua, berprestasi, bergaul baik dengan
lingkungannya, hal itu tidak lepas dari pendidikan sejak dini yang
diberikan, sejak awal buah hati kita itu lahir ke dunia.
Berikut ini adalah 7 (tujuh) tuntunan Islam berdasar apa yang dicontohkan Rasulullah saw. saat menyambut kelahiran bayi.
1. Azan dan Iqamah
Mengazankan
bayi merupakan sunnah yang diperintahkan Rasulullah saw. kepada orang
tua yang baru kelahiran bayi. Azan di telinga kanannya. Iqamah di
telinga kirinya. Dalilnya ialah hadits Nabi saw.: Dari Abu Rafi' ra.,
katanya: Aku melihat Rasulullah saw. mengumandangkan azan di telinga
Hasan bin Ali ketika ibunya (Fatimah) melahirkannya. (HR Abu Daud &
Tirmidzi).
Dari Ibnu
As-Sinni dari Al-Hasan bin Ali dengan sanad marfu' Rasulullah saw.
bersabda: Barangsiapa yang anaknya baru dilahirkan, kemudian dia
mengumandangkan azan ke telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya,
maka anak yang baru lahir itu tidak akan terkena bahaya 'ummu shibyan'
(gangguan setan)."
2. Tahnik
Tahnik
yaitu menggosok langit-langit mulut bayi dengan kurma. Caranya: Kurma
yang dikunyah diletakkan di atas jari, kemudian memasukkan jari tersebut
ke dalam mulut bayi. Lalu digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri dengan
lembut hingga merata. Jika sukar untuk memperoleh kurma, boleh diganti
dengan manisan lain (pisang, madu). Tahnik itu hendaklah dilakukan oleh
seseorang yang mempunyai sifat taqwa dan shaleh. Ini adalah sebagai
suatu penghormatan dan harapan agar anak nantinya juga akan menjadi
seorang yang taqwa dan shaleh.
Hadits
Rasulullah saw. dari Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., katanya: “Aku
telah dikaruniakan seorang anak. Lalu aku membawanya kepada Nabi saw.
dan baginda menamakannya dengan lbrahim, men’tahnik’nya dengan kurma
serta mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian Baginda saw.
menyerahkannya kembali kepadaku." (HR Bukhari dan Muslim)
Tahnik
diikuti dengan doa. Perkara ini walaupun utama dilakukan orang shaleh,
dilakukan oleh bapak dari bayi tersebut juga tidak kurang utamanya. Hal
ini berdasarkan satu hadits riwayat Tirmizi yang menyebutkan salah satu
doa paling mustajab adalah doa ibu-bapak untuk anaknya.
3. Mencukur Rambut dan Bersedekah
Mencukur
kepala anak dilakukan pada hari ketujuh kelahirannya. Kemudian
bersedekah kepada orang-orang fakir dengan nilai perak seberat timbangan
rambutnya itu. Yahya bin Bakir meriwayatkan dari Anas bin Malik ra.,
bahwa Rasulullah saw. telah menyuruh agar dicukur kepala Hasan dan
Husein pada hari ketujuh dari kelahiran mereka. Lalu dicukur kepala
mereka, dan Rasulullah menyedekahkan perak seberat timbangan rambut.
Ada
kebiasaan (adat) di kampung melakukan acara mencukur rambut yang
disertai dengan marhaban (pembacaan shalawat). Ketika bershalawat bayi
itu dibawa keluar dan digunting sedikit rambutnya. Secara khusus hal
tersebut tidak dicontohkan oleh Nabi saw.. Sebagian ulama mengatakan
bahwa hal tersebut tidaklah mengapa, namun melaksanakan sunnah
sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. adalah perkara yang
lebih utama.
4. Memberi Nama yang Baik
Nama
merupakan simbol dari jatidiri si empunya. Dari Abu Darda' r.a.,
bersabda Rasulullah saw.: "Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kamu akan
dipanggil dengan nama-nama kamu dan nama-nama bapak kamu. Oleh karena
itu, berilah nama yang baik untuk anak kamu." (HR Abu Daud).
Rasulullah
saw. bersabda, "Nama-nama yang paling disukai Allah swt. adalah
Abdullah dan Abdurrahman, nama yang paling mengena (benar) adalah Harits
(orang yang berusaha) dan Hammam (yang bercita-cita) dan sejelek-jelek
nama adalah Harb (perang), dan Munah (pahit)." (HR Bukhari, Muslim dan
Nasa'i)
Kapan waktu
memberi nama? Berdasarkan hadits-hadits Rasulullah saw., ada yang
menunjukkan pada hari pertama kelahirannya. Ini berdasarkan hadits
riwayat Muslim dari Sulaiman bin al-Mughirah dari Thabit dari Anas r.a.,
katanya Rasulullah saw. bersabda: 'Malam tadi telah lahir seorang
anakku. Kemudian aku menamakannya dengan lbrahim." Ada juga hadits yang
menunjukkan pada hari ketujuh berdasarkan riwayat Samirah, katanya
Rasulullah saw. telah bersabda: "Setiap anak itu digadaikan dengan
aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuhnya, diberi nama dan
dicukur rambutnya." (HR Ashabus Sunan).
Dapat
disimpulkan dari hadits-hadits tersebut bahwa Islam memberi kelonggaran
terhadap wakfu pemberian nama anak. Boleh pada hari pertama, boleh
dilewatkan pada hari ketiga, dan boleh pada hari ketujuh.
5. Aqiqah
Aqiqah
adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang baru lahir. Hukumnya
adalah sunnah muakad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit. Al-Laits
berpendapat wajib, demikian pula Daud al-Dzahiri. Dari Samurah ra., dari
Nabi saw bersabda, "Setiap anak yang baru lahir itu
tergadaikan(terpelihara) dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada
hari yang ketujuhnya. Ia dicukur dan diberi nama." (HR Ashabus Sunan).
Ibnu
Majah menerangkan maksud "... terpelihara dengan aqiqahnya..'" (pada
mafhum hadits di atas) adalah "bahwa aqiqah itu sebagai sebab yang
melepaskan anak-anak tersebut dari gangguan syaitan yang mencoba
menghilangkan darinya untuk melakukan kebaikan."
Menurut
Imam Ahmad bin Hanbal ra. makna hadits tersebut adalah, "Bayi itu
tertahan (tidak bisa memberikan) syafa'at kepada kedua orang tuanya."
Artinya, jika bayi itu kelak menjadi anak yang saleh, ia di akhirat
kelak tidak bisa memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya sebelum
diaqiqahkan, atau jika bayi itu meninggal sebelum diaqiqahi, ia di
akhirat kelak tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya.
Sehingga, kedua orang tuanya menebus gadai tersebut dengan cara
menyembelih kambing sebagai aqiqah untuknya.
Sebagian
ulama mengatakan : "Seseorang yang tidak diaqiqahi pada masa kecilnya
maka boleh melakukannya sendiri ketika sudah dewasa." Mereka berpegang
dengan hadits Anas yang berbunyi: "Rasulullah saw. mengaqiqahi dirinya
sendiri setelah beliau diangkat sebagai nabi." (Dhaif mungkar, HR Abdur
Razaq [4/326] dan Abu Syaikh dari jalan Qatadah dari Anas).
Yang
paling baik (afdhal) untuk anak laki-laki itu disembelihkan dua ekor
kambing/domba yang sama dan mirip dan umurnya juga bersamaan, sedangkan
untuk anak perempuan disunahkan satu ekor. Tidak ada keharusan kambing
berkelamin jantan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Ummu Kurz al-Ka'biyah, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,
‘Untuk anak laki-laki dua kambing yang mirip dan untuk anak perempuan
satu ekor kambing. Dan tidak membahayakan kamu sekalian apakah
(sembelihan itu) jantan atau betina.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Akan
tetapi, apabila kemampuan orang tua hanya satu ekor kambing saja, hal
itu juga diperbolehkan dan ia sudah mendapatkan sunnah yang dilakukan
oleh Rasulullah saw. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas dan Anas bin Malik ra. seperti di bawah ini: "Sesungguhnya
Rasulullah saw pernah beraqiqah untuk Hasan satu kambing dan untuk
Husein satu kambing." (HR Abu Daud dan Ibnu Hibban).
Jika
memungkinkan, penyembelihan (pelaksanaan aqiqah) itu disunahkan pada
hari yang ketujuh. Rasulullah saw. bersabda, "Disembelih pada hari yang
ketujuh, hari yang keempat belas, dan hari yang keduapuluh satu."
Berdasarkan pendapat Imam Malik bahwa penentuan hari seperti yang
dilihat pada dzahir hadits hanyalah berbentuk anjuran saja. Namun, jika
ketiga kelipatan itu juga tidak memungkinkan, kapan saja boleh
dilakukan.
Hikmah
disyariatkan aqiqah adalah mensyukuri nikmat Allah yang telah
mengaruniai jabang bayi, juga untuk menumbuhkan rasa persaudaraan di
antara sanak famili dan handai taulan, dengan mengundang mereka pada
acara aqiqah tersebut.
Aqiqah
tidak dapat dialihkan dengan yang lain, seperti mengganti dengan
sedekah. Maksudnya, aqiqah dan bersedekah itu ibadah tersendiri,
sama-sama disunahkan, tidak saling mengganti. Jadi, bila kita
mengalihkan biaya aqiqah untuk disedekahkan ke panti asuhan, Anda tentu
mendapat pahala sedekah, tetapi kesunahan aqiqah belum gugur. Jalan
tengah yang mungkin adalah menyampaikan kambing aqiqah itu kepada panti
asuhan/lembaga sosial. Daging kambing aqiqah juga tidak dapat digantikan
dengan daging sembelihan yang lain. Kalaupun ada yang lain seperti
daging ayam atau telur, hanyalah tambahan tidak menggantikan.
Berbeda
dengan daging kurban yang disampaikan mentah, daging aqiqah utama
disampaikan matang/siap makan. Dari Aisyah ra. ”... Ia dimasak tanpa
mematahkan tulangnya, lalu dimakan (oleh keluarganya), dan
disedekahkan...” (HR Baihaqi).
Untuk
mengadakan pesta aqiqah dapat disesuaikan dengan adat/kebiasaan
setempat. Bila kebiasaan selamatan dengan ”besekan,” dapat dilakukan
seperi itu. Bila biasanya mengundang makan bersama sanak famili dan
tetangga di rumah, dapat juga dikerjakan seperti itu. Yang penting,
berbeda dengan daging qurban yang disampaikan mentah, daging aqiqah
disamoaikan matang/siap makan.
6. Doa dari Kaum Muslimin
Pada
saat kelahiran bayi, setiap Muslim dianjurkan memberi ucapan selamat
dengan mendoakan kesejahteraan anak dan ibu-bapaknya, serta turut
bergembira. Tradisi pesta aqiqah/ selamatan didasari atas sunnah ini.
Ibnu
Qayim Al Jauziyah menyebutkan dalam Tuhfatul Maudud, bahwa Hasan al
Bashri memberi tuntunan ucapan selamat tersebut. Kata Hasan al Bashri,
”Katakanlah, semoga kamu diberkati di dalam apa yang diberikan kepadamu.
Semoga kamu bersyukur kepada Yang Memberi. Semoga kamu diberi rezeki
dengan kebaikannya. Dan semoga ia mencapai masa balighnya.”
7. Menindik Telinga Anak
Dalam
kita-kitab Mazhab Hambali dikatakan, menindik telinga anak wanita untuk
perhiasan diperbolehkan (jaiz), namun dimakruhkan (haramkan) untuk anak
laki-laki. Di dalam Fatawa Qadhi Khan, pengikut mazhab Hambali
disebutkan, ”Tidak masalah (boleh-boleh saja) menindik telinga anak
perempuan. Mereka pada zaman jahiliyah juga melakukan hal itu, dan
Rasulullah saw. tidak membantahnya.”
Referensi:
1. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq
2. Shahih Sunan Tirmidzi, Muhammad Nashiruddin Al Albani
3. Zadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah
4. Nailul Authar, Imam Asy Syaukani
5. Mukhtasar Al Umm, Imam Asy Syafi’i
6. Beberapa artikel konsultasi fikih di http://www.syariahonline.com